Kamis, 18 Maret 2010

Meraba Dunia Post-Modern

Revolusi Industri: Sebuah Sketsa Pengantar




Awal mulai Revolusi Industri tidak jelas tetapi T.S. Ashton menulisnya kira-kira 1760-1830 Penemuan mesin uap oleh James Watt rupanya telah memberikan dampak besar bagi kehidupan umat manusia baik dibidang ekonomi, sosial maupun budaya. Budaya agraria relah berubah menjadi budaya industri dan terjadilah sebuah revolusi dimana urbanisasi penduduk pedesaan pindah ke perkotaan yang akhirnya menimbulkan berbagai dampak sosiologis. Masyarakat pedesaan yang terbiasa hidup menjadi petani kini menjual jasa mereka menjadi buruh di pabrik-pabrik yang menggunakan mesin sebagai alat produksinya. Selain itu, mesin pun juga merambah dunia agraria yang kian memudahkan para petani untuk mengeksploitasi lahan secepat dan seefisien mungkin dengan modal yang seminimal mungkin. Keberadaan mesin sungguh telah merubah wajah dunia.

Mesin tidak hanya diciptakan untuk membantu produksi umat manusia, namun hampir seluruh kegiatan yang berkaitan dengan produksi tersebut seperti pengangkutan dan distribusi juga digunakan mesin-mesin transportasi yang memudahkan dan membuat segalanya menjadi lebih efisien. Manusia, dengan kodratnya secara fisik sebagai makhluk yang lemah namun dengan kemampuan akal ia mencoba untuk “menolak” kodrat tersebut. Dengan dibantu oleh alat-alat yang telah diciptakan manusia, segala kegiatan dan aktivitas menjadi lebih mudah.

Selain mesin-mesin yang membantu kelemahan fisik manusia, kini juga telah merebak mesin-mesin informasi yang sangat dibutuhkan “software”nya manusia. Informasi yang disalurkan oleh media baik itu elektronik maupun cetak bahkan cyberspace begitu membantu manusia sehingga dunia ini layaknya seperti global village kata Alfin Tofller. Manusia dengan mudah dapat mengetahui kondisi manusia lain di belahan bumi yang jauh sekalipun dengan bantuan mesin/teknologi informasi seperti internet. Jarak dan batas geografis seperti telah pudar dengan adanya dunia baru yakni dunia virtual. Inilah dunia modern dimana segala yang cepat, instan dan efisien berjibaku dan saling berebut.

Lembah Baru



Sejauh perjalanan sains dan teknologi, manusia telah mampu menembus hingga ke Bulan dan bahkan menciptakan robot-robot untuk melakukan ekspedisi ke planet-planet lain. Juga beberapa hotel yang dibangun dibawah laut serta terowongan-terowongan bawah tanah bahkan terowongan bawah air seperti sungai sekalipun. Kemudahan demi kemudahan menghinggapi manusia akibat hasil “kecerdasan” manusia sendiri.

Sebuah daerah baru hadir di depan mata ketika segala hasil cipta sains dan teknologi begitu sangat (-sangat) memanjakan manusia. Dari sisi teknologi produksi, segala macam produk di telurkan demi mencukupi kebutuhan dan keinginan manusia secara masal. Dengan bantuan ideologi kapitalis, maka para kaum bermodal yang memiliki mesin-mesin produksi menawarkan produknya melalui media. Manusia disuguhi produk yang entah benar-benar butuh atau sekedar produk yang hanya menghapus dahaga hasrat keinginan. Manusia dipersilahkan memilih dengan hadirnya promo-promo produk yang menggiurkan dari manusia lain yang memiliki modal dan menginginkan lebih atas modal yang telah dikeluarkan tersebut. Berbagai produk dari berbagai mesin yang di hasilkan disesuaikan selera dan kesukaan masing-masing. Namun terkadang hal ini juga agak miris ketika kita melihat lebih dalam ketika manusia sejatinya tidak di sajikan kebutuhan yang menurut kesukaan masing-masing tetapi karena promo yang dilakukan pihak kaum bermodal melalui media, manusia “dipaksa” untuk “suka” ketika produk tersebut dipakai atau ditawarkan oleh seorang publik figur seperti para artis papan atas melalui media. Sehingga hal ini menjadikan manusia lain sebagai konsumen “dipaksa” untuk membeli. Kondisi ini mengakibatkan umat manusia di perhadapkan pada sebuah gejala over atau hyper baik itu hyper-production maupun hyper-consumption Gejala ini bisa dikatakan melampui (post-production;consumption).

Sisi selanjutnya adalah adalah teknologi transportasi yang kian cepat dan efisien. Produksi kendaraan yang Hyper-Production kini telah membuat manusia tak hanya memiliki satu kendaraan saja tetapi lebih dengan berbagai model dan type. Gejala ini membuat manusia lain yang tak memiliki kemampuan ekonomi memaksakan diri entah dengan bekerja lebih keras atau memilih jalan pintas. Kemanjaan yang ditawarkan oleh teknologi transportasi akhirnya disadari oleh manusia sendiri ketika penggunaannya melewati batas normal dimana manusia menjadi sedikit bergerak (misalnya jalan kaki) dan berdampak buruk bagi kesehatan. Selain itu berdampak pada gas buang yang dihasilkan terlalu “liar” untuk alam kita. Perubahan yang kian digencarkan adalah kembali manual dan menciptakan teknologi baru yang ramah lingkungan. Tentu hal ini juga memberikan dampak ekonomi bagi produk baru yang dihasilkan teknologi mutakhir tersebut.

Sisi yang ketiga adalah teknologi Informasi dimana kita mengenal Cyberspace. Global Village telah terwujud. Bahkan untuk melihat saturnus manusia tak harus membeli teropong bintang tetapi melalui media baik itu elektronik atau cetak. Lebih-lebih dengan cyberspace manusia kini bisa melihat melalui genggaman tangan yang membawa ponsel yang menyediakan fitur-fitur jaringan dunia maya. Informasi yang di unduh dan dicari semakian kompleks. Dari kebutuhan pokok hingga hidung Artis legendaris yang sebenarnya tak ada kaitannya dengan hidup manusia yang bersangkutan pun ditampilkan dalam informasi. Hal ini hanya semacam menampilkan sebuah hasrat-hasrat untuk mencoba eksis dalam dunia yang kian “sempit”. Bahkan dalam dunia cyberspace, manusia satu dengan manusia lain bisa berkomunikasi dan lebih dari itu dapat melakukan seks. Inilah dunia informasi dimana awalnya hanya bagaimana menginformasikan sesuatu yang perlu, kini segalanya di sediakan dengan bebas dan tanpa saringan. Siapapun dapat memberikan informasi dan dapat memiliki informasi tersebut. Sebuah dunia informasi (media) yang Melampui (post-Media).

Dapat disimpulkan kini bahwa manusia hidup pada sebuah kondisi dimana sadar ataupun tidak dalam keadaan melampui batas modern (Post-Modern). Tatkala mesin-mesin produksi dicipta untuk menciptakan produk yang sesuai dengan hasrat manusia sendiri secara over-production, kebutuhan transportasi yang tidak hanya karena butuh tetapi juga prestise dan gengsi serta laju informasi dari berbagai media baik legal atau illegal yang tak lagi mampu dibendung dan menyuguhkan apapun.



Lalu bagaimana dengan masalah moralitas dan spiritualitas dalam dunia Post-Modern? Apakah ia juga melampui menjadi lebih sempurna atau malah lenyap dan “runtuh” segala batasannya?

2 komentar:

  1. ada indikasi yg cukup mengembirakan terkait spiritualitas dalam dunia postmodern. lama berkecimpung dg gemerlap modernisme yg tak bisa lepas dari materialisme, sekularisme, dan kapitalisme, kini banyak orang mulai merasa ada yg kurang dalam dirinya. ya manusia banyak yg merasa teralienasj thd diri mrka sendiri.modernisme dg isme2 yg bercorak sekular dan materialis berimplikasi pada jauhnya perhatian manusia pada dimensi spiritualitas. mengingat dimensi itu inheren dalam diri manusia selain bahwa sebenrnya manusia sebenrnya jg makhluk yg berdimensi ruhani slain sbg makhluk berdimensi materi, ketidakpedulian kpdnya ternyt membawa dampak. boleh dkta mereka mulai merasa ada kekurangan diri mrka. oleh karena itu, tak heran jika saat ini ajaran, lembaga, atau agama yg intinya menwarkan dimensi spirtual, kini mulai dilirik oleh mrka. entahlah....^_^
    oh ya mungkin tulisan di link ini bs utk sharing http://www.bidin10.co.cc/2009/02/di-era-modern-dengan-segala-kemajuan_4406.html dan http://www.bidin10.co.cc/2009/05/problem-manusia-modern-dan-solusinya.html

    BalasHapus
  2. Ass ww.., sohib, membaca kecermatan orisinilitasmu membayangkan cerita Capra dalam "Titik Balik Peradaban"-nya.. Sang "peramal" ini menampilkan sebuah keadaan imajinasi berdasarkan hitungan mundur (kronologi)eksistensi manusia secara periodektif-- sampai ke masa depan sebagai puncak kekesalan manusia atas apa yang telah mereka ciptakan sendiri.. ramalan itu faktanya adalah sebagai akibat daripada pengecualian manusia terhadap hegemoni nilai spiritual dan moral.. dan lebih cenderung 'menghambakan' diri pada "berhala" milenium yg semakin menggeroggoti keyakinan saat ini (menjadi ilmuwan tanpa 'kompas' iman)... Fazrul Rakhman angkat bicara; harus ada model proteksional pemikiran yang mumpuni yakni merehabilitasi pemikiran sebagai anti-tesis dari pemikran2 sebelumnya yg tentunya mesti disertai dengan alasan-alasan di atas supaya tidak 'salah arah'... itu disebutnya; Neo-Modernisme.. rasanya tidak jauh berbeda dengan yg diinginkan Post-Modernis dengan Post-Modernisme, bahwa kekekalan eksistensi manusia harus sinergi antara intelektualitas dan moralitas agar tidak lagi terjadi kekesalan... mungkin...!

    BalasHapus

Selalu ada tempat berkomentar untuk anda