Kamis, 15 April 2010

Wirid Penantian




Hujan rindu yang senantiasa turun ini, memenuhi gelas2 kegelisahan. Dan terus turun hingga sesuir jiwa ini lelah menacri tempayan2 untuk menadahnya. Lika-liku kebisuan terus membelenggu menunggu sebuah waktu pada pertemuan. Dimana hujan akan berhenti dan air-air kegelisahan tumpah pada muara pengobatan dan penyembuhan.

Pada sebuah hati, janji ini menempel bak benalu. Pada sebuah jiwa, rasa ini menikam bak duri beracun menyebar ke denyut2 nadi. Membuat sang emosi kian menjadi. Dan, pada sebuah waktu, penantian ini mematung. Begitu mengiris membuat luka2 kerinduan.


Samudra yang membelah gundukan2 tanah, melebar membuat jarak hingg Sang Purnama terlalu jauh tuk di tatap. Badai ombak dan karang tetap kokoh menjadi sebuah penghalang yang tak ada kata tamat.

Angin, jangan kau tertawa! Hiburlah aku yang terus menata bata-bata harapan. Yang terus merangkai besi jembatan untuk menghubungkan pada Sang Rembulan.

Dingin, jangan kau terus buatku menggigil! Diri ini tlah terlanjur hanyut. Racun ini telah begitu menyebar. Temani aku dalam kebisuan. Kawani aku dalam penantian panjang.

Biar kudekap belati2 ini. Biarkan darahku menetes mengaliri selokan2. Dan angin, bawalah anyir cinta ini ke seluruh sudut2 dunia. Hembuskanlah pada kelopak2 bunga di taman2 para pecinta. Teriakkan nyanyian setia, meski Sang Rembulan kian merangsek dan terus curiga. Aku, kan tetap mematung dengan setia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selalu ada tempat berkomentar untuk anda